aditz' blog

Talk Less Do More

Aku punya dosen filsafat yang juga seorang filsuf yang murni eksentrik. Penampilannya "kumel" ditambah dengan jaket yang usang dan kacamata tebal yang tidak serasi, yang sering bertengger di ujung hidungnya. Sekali-sekali, seperti yang biasa dilakukan banyak dosen filsafat, ia memulai salah satu diskusi esoterik dan eksistensial tentang "apa arti hidup ini". Banyak dari pembahasan ini tidak mengarah kemana-mana, tapi ada beberapa yang mengena.

Inilah salah satunya:

"Jawablah pertanyaan berikut ini dengan mengacungkan tangan," perintah dosenku.

"Berapa banyak yang bisa menceritakan soal orangtua kalian?" Tangan semua orang diacungkan.

"Berapa banyak yang bisa menceritakan soal kakek-nenek kalian?" Sekitar tiga perempat kelas mengacungkan tangan.

"Berapa banyak yang bisa menceritakan soal buyut kalian?" Dua dari enam puluh mahasiswa mengangkat tangan.

"Lihatlah ke sekeliling ruangan," katanya. Hanya dalam dua generasi yang pendek, hanya sedikit sekali orang yang tahu soal buyutnya sendiri. Tentu, kita mungkin punya foto lusuh yang tersimpan di kotak rokok atau tahu kisah keluarga klasik tentang bagaimana salah seorang dari mereka berjalan sepuluh kilometer ke sekolah tanpa sepatu. Tapi berapa banyak dari kita yang benar-benar tahu siapa mereka, pikiran mereka, kebanggaan mereka, ketakutan mereka, atau impian mereka? Pikirkanlah itu. Dalam tiga generasi, leluhur kita sudah terlupakan. Apakah ini akan terjadi pada kalian?"

"Ini pertanyaan yang lebih baik. Lihat tiga generasi ke depan. Kalian sudah lama mati. Kelak cicit kalian yang duduk di sini seperti sekarang kalian yang duduk di ruangan ini. Apa yang bisa mereka ceritakan tentang diri kalian? Apakah mereka akan mengenal kalian? Ataukah kalian akan terlupakan juga?"

"Apakah hidup kalian akan menjadi peringatan atau teladan? Peninggalan apa yang akan kalian berikan? Pilihan ada di tangan kalian. Kelas usai."

Tak ada yang bangkit dari tempat duduk mereka sampai lima menit.

Chicken Soup for the College Soul

0 comments:

Posting Komentar

Cinta adalah dorongan yang lebih kuat daripada apa pun. Cinta tidak kasat mata—tidak dapat dilihat atau diukur—tetapi cukup kuat untuk mengubah Anda dalam sekejap, dan menawarkan kepada Anda lebih banyak kebahagiaan daripada benda apa pun yang mungkin dapat Anda miliki.

Barbara De Angelis, Ph.D.

About Me